HOME      ABOUT      CONTACT      INSTAGRAM

Friday, October 19, 2018

How Many Outfits Do I Need in My Wardrobe?


Terinspirasi dari (lagi-lagi) postingan blog Kak Andra Alodita, saya tertarik ingin mencoba meminimalisasi jumlah pakaian dan aksesoris yang saya punya. Meskipun sejujurnya saya nggak punya terlalu banyak pakaian dan aksesoris (entah pembenaran atau emang iya) karena sudah sering men-“declutter” pakaian-pakaian saya.

Alasan utama saya ingin “mengkompres” lagi jumlah pakaian saya adalah karena merasakan susah dan ribetnya menggotong pakaian kesana kemari pas pindahan. Karena masih hidup nomaden dan belum tinggal di homebase yang tetap, hampir setiap 2 tahun sekali saya pasti berpindah tempat tinggal. Pas packing nyesek banget, selalu keteteran dan barang pribadi terutama pakaian membludak. Padahal sudah banyak yang saya hibahkan/buang. Sampai pas pindahan terakhir karena mau cuti lahiran suami saya protes dan menyarankan untuk meminimalisasi (lagi) jumlah pakaian.

Saya itu bisa dibilang jarang belanja baju, apalagi aksesoris. Tapi sekalinya nafsu belanja, langsung banyak dan bertubi-tubi. Apalagi pas musim-musim sale, semua toko disamperin. Sekarang sih sudah agak pintar, pas sale cuma membeli barang yang memang sudah diincar sejak masih jadi new arrival. Tapi tetap saja printilan-printilan barang lain masih banyak yang ikut kebeli. “Mumpung lagi sale”. Duh! bahaya banget deh! Adakah yang senasib dengan saya?

Sebenarnya, mau punya banyak (maximalist) atau sedikit barang (minimalist) sih bebas saja yang penting bertanggung jawab dan bisa mengelola barang-barangnya dengan baik. Kalau saya pribadi lebih tertarik menerapkan gaya minimalist. Teorinya, dengan memiliki sedikit barang (terutama pakaian), hidup kita akan jauh lebih mudah. Nah, menurut artikel yang saya kutip dari Becoming Minimalist, memiliki sedikit pakaian akan membuat kita:

·       Memiliki lebih banyak sisa penghasilan (!)
·       Memiliki lebih banyak waktu untuk hal lain dalam hidup
·       Nggak stress pagi-pagi mikirin mau pakai baju apa
·       Punya well-organized closet
·       Packing jadi lebih simpel saat bepergian, dan
·       Pekerjaan laundry jadi lebih simple

Nah, ini beberapa tips yang saya rangkum dari website yang sama, dengan penyesuaian seperlunya:

1.     Sadarlah kalau pakaianmu itu sudah banyak.
Ini nih yang sulit bagi para wanita di muka bumi ini. Selalu merasa nggak punya baju. Padahal baju di lemari sudah sampai tumpah-tumpah.

2.     Berusaha memahami karakter kepribadian.
Hubungannya apa? Berdasarkan pengalaman saya, memakai pakaian yang cocok dengan kepribadian kita akan sangat membantu. Kalau saya kebetulan sudah pernah melakukan test kepribadian yang mengarahkan saya untuk memakai pakaian berwarna netral dan kasual. Nggak neko-neko deh. Pantesan setiap saya ingin mencoba nyentrik dengan tabrak warna / print ujung-ujungnya fashion disaster. Akhirnya ini sangat membantu saya dalam memilih pakaian yang akan saya beli. Dan beneran kok, selain lebih nyaman, ternyata memilih pakaian sesuai kepribadian juga bisa lebih menonjolkan karakter diri. Semacam make your own statement style! 

3.     Donate, sell, discard.
Kalau pakaian sudah tidak dipakai dalam jangka waktu 6 bulan terakhir, saatnya kita berpikir. Masih happykah kita saat memakainya?(simpan). Masih bagus dan layak banget nih, tapi kayaknya nggak akan dipakai lagi (donasikan/jual preloved). Sudah bernoda atau rusak dan malas banget lihatnya (buang). 

4.     Belilah kualitas, bukan kuantitas.
Belilah baju yang benar-benar kita suka dan cocok dengan kita, bukan karena ikut-ikutan trend atau karena lagi sale. Belilah 1 item walaupun mahal daripada 10 items di sale rack yang pada akhirnya akan jadi sampah dan penyesalan belaka. Tips yang ini paling sulit deh, gampang secara teori tapi praktiknya susah banget!

Setelah baca-baca tips dan referensi berapa banyak pakaian yang dikatakan cukup untuk saya miliki, saatnya bikin list!

How Many Outfits do I “REALLY” need in My Wardrobe?




Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Thursday, October 4, 2018

Counting Days : The Third Trimester


Nggak kerasa udah masuk trimester ketiga aja! Makin excited dan deg-degan mau ketemu adik bayi. Saking menyenangkannya trimester kedua, saya nggak sadar dalam hitungan bulan saya akan menjadi seorang ibu. Syukurlah kehamilan saya hingga trimester ketiga ini sehat dan nyaman.
Trimester ketiga dipenuhi dengan persiapan-persiapan mulai dari belanja kebutuhan bayi (yang tidak ada habisnya), olahraga yang makin kenceng, memilih tempat bersalin, dan mengelola emosi biar nggak khawatir dan ketakutan.

1.     Belanja kebutuhan bayi
Mempersiapkan kebutuhan bayi memang sangat tricky. Apalagi untuk saya yang adalah anak dan menantu pertama yang nggak mungkin dapet hibahan dari kakak atau ipar. Meskipun udah buat list belanja, tetap saja lapar mata. Karena anak pertama, semua barang-barang yang pernah direview Instagram mommy ingin saya beli. Tapi biar nggak kalap-kalap banget, saya rajin-rajin tanya teman yang sudah lebih dulu jadi ibu.
2.     Olahraga
Kalau ini nggak usah ditanya ya. Hampir semua artikel kehamilan menyarankan ibu hamil untuk rajin berolahraga. Masuk trimester ketiga saya tetap meneruskan renang dan prenatal yoga di Pro V Clinic. Karena nggak selalu dapat jadwal yoga pas weekend  (iya, cari jadwal yoga di Pro V pas hari Sabtu itu susah banget!), saya rajin mencatat tips-tips yoga yang diberikan oleh Mbak Mila dan Mbak Ochan. Selain itu, saya mulai rajin praktik yoga sendiri setiap pagi (beneran tiap hari) dipandu video gerakan yoga dari Bidan Kita. Syukurlah karena lumayan rajin olahraga, kehamilan saya nggak berat, minim sakit punggung, dan saya nggak pernah mengalami sulit tidur.
3.     Memilih tempat bersalin
Karena memutuskan untuk melahirkan dekat dengan keluarga (di Bali), jadi saya harus melakukan survey ulang atas tempat bersalin yang support melahirkan dengan nyaman dan alami. Awalnya sih kepikiran mau di Klinik Bumi Sehat Ubud, tapi berhubung keluarga tinggal di Singaraja, saya harus cari alternatif lain. Tapi tetep ya, saya pengennya di klinik bersalin saja. Mudah-mudahan semuanya berjalan lancar sehingga saya nggak perlu menjalankan plan B. Doakan!
4.     Mengelola emosi
Ini nih yang gampang-gampang susah. Gimana sih rasanya mau melahirkan seorang manusia baru ke dunia? Excited, takut, cemas, happy, dan ragu-ragu bercampur jadi satu. Saya harus rajin-rajin afirmasi dan meditasi biar tetep waras. Gimana coba membayangkan dan menyiapkan diri untuk sesuatu yang benar-benat nggak tahu rasanya. Sampai saat ini saya masih terus berupaya untuk banyak membaca, belajar, dan mencari referensi mengenai kelahiran yang nyaman. Yakin semua bisa dipersiapkan asal kita mau belajar dan berusaha.


Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Tuesday, October 2, 2018

Everything is Better and Happier on The Second Trimester!


Memasuki trimester kedua, tenaga saya muncul kembali entah dari mana. Rasa mual menghilang dan pola makan saya kembali bisa diatur. Makanan yang dimakan lebih variatif dan saya udah semangat  lagi untuk masak! Yey! Saya agak menyesal selama dua bulan awal kehamilan beli makanan terus, ngerasanya kurang bernutrisi dan nggak diolah secara baik. Tapi ya apa mau dikata, masih untung pengen makan kan, hehe. Syukurnya sampai lewat trimester pertama saya nggak mengalami ngidam (atau jangan-jangan saya yang nggak sadar kalau udah mengalaminya). Nggak pernah kepengen banget sama satu makanan spesifik yang sampe ngeces. Ya, saya anggap ini kooperatifnya adik bayi karena tahu bapaknya di luar kota.

Saya happy banget menjalani trimester kedua kehamilan ini. Karena badan udah fit lagi, saya langsung mencari-cari opsi olahraga yang bisa saya lakukan biar badan nggak kaku-kaku amat dan kenaikan berat badan nggak gila-gilaan. Opsi pertama saya adalah renang, karena ada kolam renang yang dikelola kantor dekat dengan tempat tinggal saya. Selain renang, di minggu ke-19 saya mulai ikut kelas yoga di Pro V Clinic. Kenapa Pro V Clinic padahal jauh banget di Permata Hijau? Semuanya berawal akibat suka kepoin Instagram doula hits sejagat dunia maya, Mbak Mila (@jamilatus.sadiyah). Selain itu, saya nggak menemukan opsi tempat prenatal yoga lain yang lebih dekat (dan affordable). Oh ya, saya juga belajar bangun lebih pagi untuk melakukan yoga ringan dipandu video yoga dari @bidankita. Lumayan membantu dalam mengatasi pegal-pegal, terus jadi lebih fresh saat beraktivitas di kantor. Nggak lemes dan ngantukan!

Saat saya bilang tenaga saya kembali, benar-benar kembali seperti sebelum hamil. Saya udah kuat jalan-jalan muterin supermarket dan window shopping di mall, meskipun tetap saya batasi nggak pergi seharian. Takutnya saya semangat eh badan ternyata udah kecapekan. Bahkan pas libur Idul Fitri saya ngantri gila-gilaan di Museum MACAN! Terimakasih banyak anakku, udah selalu kooperatif sama ibu dan nggak pernah manja.


Apa nggak ada keluhan sama sekali?

Jelas ada dong. Awal trimester kedua saya sempat mengalami susah tidur karena mulai membiasakan untuk tidur miring ke sisi kiri. Menurut penelitian, tidur miring ke sisi kiri lebih baik karena aliran darah ke plasenta akan lebih banyak dan lancar. Jadilah saya sakit pinggang dan sering terbangun. Tapi untungnya hal ini cuma berlangsung 1-3 hari saja. Iya, saya memang dianugerahi bakat alami (hampir) selalu bisa tidur nyenyak.

Keluhan berikutnya, saya sempat mengalami ngilu di tulang kemaluan sebelah kiri. Hal ini sebenarnya wajar, karena rahim dan bayi yang berkembang mendesak otot-otot, termasuk di sekitar kemaluan. Agak nggak nyaman sih, tapi syukurlah setelah rajin berenang dan yoga, rasa sakitnya berangsur-angsur menghilang.

Kemudian, sekali-sekali saya mengalami juga yang namanya susah buang air besar. Ini yang paling nggak enak. Padahal saya selalu mengkonsumsi sayur dan buah. Mungkin memang kodratnya ibu hamil mengalami ini, jadi ya udah saya ikhlas aja.
Terlepas dari keluhan (yang minim), kehamilan trimester kedua ini benar-benar menyenangkan deh. Apalagi pas pertama kali merasakan tendangan adik bayi. Ya ampun excited dan gemes banget! Sambil menikmati kehamilan, saya juga nggak lupa untuk mencari referensi tentang melahirkan nyaman dan tips n trick nya. Saya juga membuat birthplan dan afirmasi terus sama adik bayi untuk proses melahirkan aman, selamat, nyaman, sehat, dan tanpa drama. Doakan ya, kami bisa bekerja sama untuk mewujudkan proses kelahiran normal yang minim trauma. 


Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+