HOME      ABOUT      CONTACT      INSTAGRAM

Thursday, August 4, 2016

#GianinJapan Travel Diary Part 1


We dream. We love. We dance.
I’ve been dreaming about Japan since Elementary School. I have a neighbour who studied in Japan years ago. She had told me about Japan, showed me lots of beautiful photos of Japan’s scenery and the sentimental cherry blossoms. Those made me dream one day I had to see those beauties with my bare eyes.
Weeks ago my dream came true.

Hi! Beberapa post ke depan mungkin akan penuh dengan cerita saya tentang liburan ke Jepang untuk pertama kalinya. Jepang memang masuk dalam list negara yang ingin saya kunjungi. Terimakasih kepada dua travelmates saya yang udah ngurusin dari A sampai Z. Berbekal tiket low cost carrier pp dan bookingan Air BnB kamipun mantap travelling sendiri tanpa ikut paket tour. Saya sih tenang karena salah satu travelmates saya udah pernah ke Jepang sebelumya.


Tanggal 28 Juni 2016 hampir tengah malam saya berangkat dari Ngurah Rai International Airport. Transit di Kuala Lumpur International Airport (KLIA) 2 (dulunya LCCT), kami sampai di Kansai International Airport kurang lebih pukul 4 sore (waktu di Jepang lebih cepat sejam dari Bali). Capek ya, haha! Ini pertama kalinya juga bagi saya menempuh longflight. Gimana coba kalau ke Eropa atau Amerika, harus menghadapi jetlag pula.


Dari Kansai kami menuju Osaka-Namba dengan Namba Railways. Harganya kalau nggak salah sekitar 920 yen. Malam pertama kami habiskan di Namba dengan tujuan melihat-lihat Dotonbori dan kulineran. Guesthouse kami, Casa Lapichu, letaknya strategis banget, cukup 5 menit jalan kaki ala Jepang atau 10-15 menit jalan kaki ala Indonesia. Hahaha, lucu ya istilahnya, di post-post selanjutnya akan saya bahas lebih jauh.

Dotonbori



Dotonbori menurut saya lebih seperti kawasan wisata kuliner dan komplek pertokoan. Misalnya Pecenongan digabung dengan area pertokoan di daerah Kuta. Ohya, area pertokoan di sini benar-benar memanjakan wisatawan banget karena hampir semua outlet menawarkan “tax free”.
Muter-muter beberapa jalan mencari-cari Takoyaki dan Okonomiyaki khas Dotonbori, akhirnya kami nyerah karena kelaparan dan mendamparkan diri di sebuah restoran sushi, Ganko. Pusing dan ngantuk setelah flight yang panjang, laper, dan deg-degan mau coba sushi “asli”. Sebelumnya sih saya pernah coba sushi di Indonesia dan nggak suka sama sekali. Jadi saya penasaran rasa sushi kalau di tempat asalnya apa memang seenak yang diceritakan orang-orang.
Dengan banyak dipaksanya akhirnya saya menghabiskan 6 sushi! (5 atau 6, lupa). Dan rasanya lumayan, nggak seaneh di Indonesia. Tapi kalau dibilang suka sih belum, semua kan butuh proses hahaha.


Nggak bisa mampir lihat sale dan nggak sempat makan Okonomiyaki karena kami kemalaman dan jam 9 semuanya udah last order. Outlet-outlet jam 10 udah pada tutup. Akhirnya saya ke icon-nya Dotonbori, Glico Man megatron, tempat orang-orang mengambil foto. Lucu sih ya kalau sekarang diinget-inget lagi, nguberin si Glico Man sampai segitunya. Tapi memang salah satu spot foto wajib sih ya! *korban ulasan blog-blog travelling*


Tanggal 30 pagi kami checkout untuk pindah ke apartemen sewaan via Air BnB di Arashiyama. Sebelumya kami jalan-jalan dulu dengan tujuan Osaka Castle. Bagasi dan barang bawaan kami titip di loker di Stasiun Namba. Harga loker beragam mulai dari 300-700 yen.

Osaka Castle



Adalah istana yang dibangun pada masa pemerintahan Kaisar Toyotomi Hideyoshi. Dari bangunan utama kita bisa melihat pemandangan sekeliling Osaka, mirip-mirip seperti di Monas versi lebih terorganisasi. Di dalamnya juga sama, difungsikan sebagai museum yang komunikatif mempresentasikan Osaka Castle dan sejarah pemerintahan kekaisaran Toyotomi Hideyoshi. Yang menarik adalah fragmen peristiwa penting dari masa ke masa yang dikemas dalam tampilan media yang interaktif. Tiket masuknya seorang 600 yen, tapi It’s free kalau kita hanya foto dengan latar castle atau berkeliling di sekitaran komplek istana.

Hari itu gloomy karena Jepang sepertinya sudah memasuki musim hujan saat summer, tapi pengunjungnya lumayan banyak. Ada siswa-siswa yang karyawisata dan saya banyak ketemu orang Indonesia lho!
Puas berkeliling, kamipun segera balik ke Namba, ambil barang-barang, dan langsung menuju Arashiyama.

Ada kejadian lucu saat perjalanan ke Arashiyama dengan Hankyu Line Railway. Kami terpisah! Di jam sibuk pula, jam pulang kantor. Tanpa wifi, susah berkomunikasi (nggak inget bisa sms), capek, dan panik. Lengkap! Setelah sejam saling mencari syukurlah bisa saling ketemu!

Kami sampai di Arashiyama (turun di Matsuo-Taisya St.) hampir jam 8. Berjalan 15 menitan dari stasiun dan tanya-tanya (untung ketemu warga sekitar yang fasih berbahasa Inggris) kamipun menemukan apartemen kami. Where did we stay juga akan saya ceritakan di post berikutnya ya.

Oh ya, malam itu kami kelaparan, nggak bisa masak juga karena supermarket sudah pada tutup. Syukurlah kami menemukan satu warung ramen yang masih buka dekat apartemen. Dan wow! Ramen ini persis seperti bayangan saya ketika nonton film kartun Jepang. Oishi desu! Didukung saya yang capek dan kelaparan, sepertinya ini ramen terenak yang pernah saya makan. Tapi (maaf) memang ramennya nggak halal.
Ada yang mengusik pikiran saya, selain kami nggak ada satupun wanita yang makan di warung ramen itu. Jadi penasaran, apa wanita di daerah sana jarang/nggak pernah makan di luar ya? Dan FYI, makan di luar di sini (contohya warung ramen ini) memang high cost. Makanya untuk hari-hari berikutnya kami lebih banyak masak sendiri di apartemen.   

Selanjutnya mulai tanggal 30 kami explore Kyoto dan Arashiyama!

bersambung ke part 2


Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

2 comments: