Perfection is addictive.
I’ve been chasing it
all of my life. I won’t admit that sometimes I’m tired. You may see me strong
but I sigh a lot. Perhaps, you know me cheerful but I worry the most.
Ketika saya temui seseorang yang stands out dalam suatu lingkungan, saya sangat ingin menjadi
sepertinya. Bukan apa-apa, jalan hidup saya
bisa dibilang baik-baik saja kok, bahkan sangat baik. Keluarga yang penuh cinta,
pencapaian yang baik di sekolah, kehidupan cinta yang mulus. Saya juga punya beberapa
sahabat baik.
Saya adalah orang dengan optimisme yang sangat tinggi. Saya
yakin semua hal dapat berjalan sesuai apa yang saya rencanakan. Saya yakin akan
mendapatkan yang terbaik versi saya.
Chasing perfection
bukanlah nggak bersyukur.
Saya bersyukur atas hidup saya. Terlebih karena ibu saya
selalu mewanti-wanti saya untuk itu. Kedua orang tua saya adalah gambaran
bagaimana saya seharusnya mensyukuri hidup yang saya jalani. Tidak ada satu
alasan pun untuk tidak bersyukur atas segala yang saya punya dan telah saya peroleh.
Tetapi saya tentu saja punya ego. I believe that I could be the best, and do more. Ada keyakinan
dalam diri saya bahwa saya bisa melakukan apa yang orang lain lakukan. Dan saya
akan berusaha melakukannya dengan lebih baik.
Saya terbiasa mendapat apa yang saya targetkan, sehingga
saya sangat takut gagal.
“Kamu hampir nggak
pernah mengalami kegagalan ya? Pantesan hal-hal kecil gini aja kamu pikirin
banget.” Someone said this and he keep reminds me about flaws in our life.
Iya, saya jarang, bahkan hampir nggak pernah mengalami
kegagalan besar. Sekali yang paling saya ingat adalah ketika saya gagal
diterima di Fakultas Kedokteran lebih dari sepuluh tahun yang lalu.
Sedikitnya pengalaman gagal ternyata banyak mempengaruhi
karakter saya. Saya cenderung nggak tahan kritik, dan sifat terlalu optimis
membawa saya pada banyak kekecewaan. Mood saya akan sangat jelek ketika apa
yang saya rencanakan tidak berjalan dengan semestinya.
Optimism is good, but
It could make you suffer too.
Lambat laun saya semakin bisa menerima bahwa memang ada
hal-hal yang tidak bisa saya kendalikan. Tidak semua hal bisa berjalan sesuai
keinginan saya. Terlebih saya belajar menerima bahwa saya bukanlah tokoh
manusia super dengan kemampuan bisa melakukan semua hal tanpa cela. Tapi
tunggu, bahkan manusia superpun nggak cemerlang di semua bidang kan.
One day I’m facing
failure. Later I realize that It makes me try twice harder, go further, and push
me to be better that I’ve ever be.
About chasing perfection? I will and always will be doing it.
perfection is addictive, bukan?
ReplyDelete